Aidil terus memegangi handphone nya sambil
berjalan kesana kemari. Sesekali ia melihat handphone yang tanpa adanya pemberitahuan
apapun. Matanya masih bengkak karena baru beranjak dari tempat tidur.
“Eh congrats yaa..,semoga sukses”. Alova berbicara kepada Fiza dan Tata sambil memeluk mereka. Tata pun meneteskan air mata perlahan dan berkata “Tak terasa 3tahun aku mengenal kalian, dan tiba saatnya untuk berpisah. Aku akan sangat merindukan kalian, semoga kita bertemu dengan kesuksesan yang kita bawa.” Seketika suasanana menjadi haru, Alova dan Iza pun tak sanggup menahan air mata. Anak-anak SMA Karya Bangsa menghadiri acara perpisahan dan pengumuman kelulusan di sebuah gedung yang bertempat di kota Palembang, tanpa adanya aksi konfoi dan corat-mencoret.
“Eh congrats yaa..,semoga sukses”. Alova berbicara kepada Fiza dan Tata sambil memeluk mereka. Tata pun meneteskan air mata perlahan dan berkata “Tak terasa 3tahun aku mengenal kalian, dan tiba saatnya untuk berpisah. Aku akan sangat merindukan kalian, semoga kita bertemu dengan kesuksesan yang kita bawa.” Seketika suasanana menjadi haru, Alova dan Iza pun tak sanggup menahan air mata. Anak-anak SMA Karya Bangsa menghadiri acara perpisahan dan pengumuman kelulusan di sebuah gedung yang bertempat di kota Palembang, tanpa adanya aksi konfoi dan corat-mencoret.
................................................................................
“Alhamdulilah, terimakasih Ya Allah.
Sungguh ini mengagumkan!” Aku berteriak sekencang-kencangnya sampai tembok rumah
pun turut bergetar. “Mama.... Alova lulus ma.” Aku berlari menuju seorang
wanita yang sedang sibuk di dapur.
“Lulus apanya nak?”
“Lihat ini! Jalur undangan kedokteran Universitas Indonesia telah di tangan.”
Aku menyodorkan laptop dengan semangat. Mama pun melihat nama Alova Soga terpampang jelas di sana. Mama langsung memelukku sambil meneteskan air mata. Tak tahan dengan suasana ini, air mata pun mengalir dar kelopak mata.
“Mama bangga nak, terimakasih telah memberikan rasa bahagia sebesar ini.” Mama berkata dengan terisak.
“Iya ma, terimakasih juga telah membimbing dan menjadikanku seperti sekarang.” Kami pun lepas tanpa memperdulikan apapun di sekitar kami.
“Lulus apanya nak?”
“Lihat ini! Jalur undangan kedokteran Universitas Indonesia telah di tangan.”
Aku menyodorkan laptop dengan semangat. Mama pun melihat nama Alova Soga terpampang jelas di sana. Mama langsung memelukku sambil meneteskan air mata. Tak tahan dengan suasana ini, air mata pun mengalir dar kelopak mata.
“Mama bangga nak, terimakasih telah memberikan rasa bahagia sebesar ini.” Mama berkata dengan terisak.
“Iya ma, terimakasih juga telah membimbing dan menjadikanku seperti sekarang.” Kami pun lepas tanpa memperdulikan apapun di sekitar kami.
Aku melangkahkan kaki ke dalam sebuah cafe
yang padat pengunjungnya. “Alova, kami di sini!” Seru Iza dari salah satu sudut
ruangan. Dengan sigap aku langsung menghampiri mereka. Aku pun segera duduk
dengan sebuah minuman yang sudah berada di depan mata. Iza dan Tata sungguh
mempersiapkan pertemuan kami ini.
“Kalian sudah lama menunggu?” Tanyaku kepada Tata dan Iza yang sembari mengaduk-aduk minuman mereka.
“Cuma 30 menit lah ya, tak masalah.” Tata berucap dengan sindiran.
“Hahaha, maaf ya tadi ada trouble something gitu.” Ucapku dengan rasa tak enak, namun aku senang melihat mereka dengan ekspresi kesal seperti itu.
“Kalian sudah lama menunggu?” Tanyaku kepada Tata dan Iza yang sembari mengaduk-aduk minuman mereka.
“Cuma 30 menit lah ya, tak masalah.” Tata berucap dengan sindiran.
“Hahaha, maaf ya tadi ada trouble something gitu.” Ucapku dengan rasa tak enak, namun aku senang melihat mereka dengan ekspresi kesal seperti itu.
“Hei, kalian tahu? “ Aku bertanya dengan
bercanda.
“Tahu apa maksudnya?” Iza menjawab dengan menaikkan salah satu alisnya.
“You know what? Hello, Alova Soga lulus jalur undangan Universitas Indonesia.”
“Apa??? Ya, aku tak sia-sia menjadikanmu sahabat selama ini. Hahaa...” Iza bergurau dengan rasa haru.
“Aku tahu kau mampu, aku bangga Alova.” Tata melanjutkan.
Aku pun tersenyum dan berkata “Lalu, bagaimana dengan kalian?”
“Hemm, aku si Tata yang cantik ini juga lulus Universitas Gajah Mada loh...”
“Aku juga lulus sebagai pramugari di salah satu penerbangan Indonesia.” Iza melanjutkan.
“Kenapa baru sekarang kalian memberitahuku?” Aku pun menggerutu sembari tangan yang memegangi sedotan.
“Ini sudah diberi tahu Alova sayang. Kamu saja baru meberitahu kami kan?” Ucap Iza dengan menggoda.
Kami pun melompat sambil berteriak tak karuan. Tak sadar pengunjung cafe itu menatap kami dengan heran. Kami pun segera duduk dengan ekspresi malu.
“Tahu apa maksudnya?” Iza menjawab dengan menaikkan salah satu alisnya.
“You know what? Hello, Alova Soga lulus jalur undangan Universitas Indonesia.”
“Apa??? Ya, aku tak sia-sia menjadikanmu sahabat selama ini. Hahaa...” Iza bergurau dengan rasa haru.
“Aku tahu kau mampu, aku bangga Alova.” Tata melanjutkan.
Aku pun tersenyum dan berkata “Lalu, bagaimana dengan kalian?”
“Hemm, aku si Tata yang cantik ini juga lulus Universitas Gajah Mada loh...”
“Aku juga lulus sebagai pramugari di salah satu penerbangan Indonesia.” Iza melanjutkan.
“Kenapa baru sekarang kalian memberitahuku?” Aku pun menggerutu sembari tangan yang memegangi sedotan.
“Ini sudah diberi tahu Alova sayang. Kamu saja baru meberitahu kami kan?” Ucap Iza dengan menggoda.
Kami pun melompat sambil berteriak tak karuan. Tak sadar pengunjung cafe itu menatap kami dengan heran. Kami pun segera duduk dengan ekspresi malu.
................................................................................
Perasaan gusar berkecamuk dalam batin ini.
Belakangan ini aku terus berfikir tentang apa yang harus aku lakukan. “Ya, aku harus
menemuinya, aku tak ingin perjanjian ini terlupakan sementara perasaan masih
menusuk di hati.” Hari ini tepat seminggu sebelum kepergianku menempuh
pendidikan.
“Assalamualaikum???”
Langkahku terhenti di depan sebuah rumah dengan pintu yang masih bercat putih persis seperti terakhir kali aku melihatnya. Sekali lagi kuucapkan salam dengan perasaan tak menentu. Nampak seorang laki-laki dengan kaus hitam dan celana pendek nya perlahan menghampiri ku. Muka nya tampak lusuh seperti bangun tidur. Hatiku berdegup sekencang-kencangnya.
“Alova? Kamu Alova kan?” Mata nya yang semula sayup langsung terbuka lebar dengan ekspresi terkejut.
“Aidil...” Ucapku lirih.
“Assalamualaikum???”
Langkahku terhenti di depan sebuah rumah dengan pintu yang masih bercat putih persis seperti terakhir kali aku melihatnya. Sekali lagi kuucapkan salam dengan perasaan tak menentu. Nampak seorang laki-laki dengan kaus hitam dan celana pendek nya perlahan menghampiri ku. Muka nya tampak lusuh seperti bangun tidur. Hatiku berdegup sekencang-kencangnya.
“Alova? Kamu Alova kan?” Mata nya yang semula sayup langsung terbuka lebar dengan ekspresi terkejut.
“Aidil...” Ucapku lirih.
................................................................................
“Alova, kami membutuhkan seorang vokalis
untuk festival band bulan depan.” Tiba-tiba Dayat menghampiriku yang sedang
piket kelas pagi itu. Aku pun tercengang, maksudnya apa anak ini?
“Jadi hubungan dengan ku?”
“Iya kamu Alova, kami membutuhkanmu.” Ucap Dayat dengan tampang meyakinkan.
Aku pun berfikir sejenak, aku pun tertarik. Karena memang aku sangat menggemari hal ini.
“Oke, aku terima. Siapa saja personil nya?”
“Aku, kamu, kakak ku, dan satu lagi teman kakak ku. Ini lagu nya, tolong segera pelajari!”
Seketika Dayat pergi tanpa permisi dan meninggalkanku dengan sebuah sapu yang kugenggam.
“Jadi hubungan dengan ku?”
“Iya kamu Alova, kami membutuhkanmu.” Ucap Dayat dengan tampang meyakinkan.
Aku pun berfikir sejenak, aku pun tertarik. Karena memang aku sangat menggemari hal ini.
“Oke, aku terima. Siapa saja personil nya?”
“Aku, kamu, kakak ku, dan satu lagi teman kakak ku. Ini lagu nya, tolong segera pelajari!”
Seketika Dayat pergi tanpa permisi dan meninggalkanku dengan sebuah sapu yang kugenggam.
Setelah terjadinya kesepakatan dan tawar
menawar beberapa hari lalu, Dayat berencana mengenalkanku pada personil lainnya
sepulang kami sekolah. Aku pun menunggu di rumah teman ku sambil bermain.
“Alova kami kesana.” Dayat mengejutkanku dengan sebuah pesan singkat. Tak lama kemudian Dayat sudah berada di depan dengan tampangnya yang belagak keren.
“Ada perlu apa ya?” Aku pun menghampiri Dayat sambil bergurau.
“Ah kamu ini Alova..” Dayat pun meluncurkan senyum tipisnya. Dayat pun tanpa basa-basi langsung memperkenalkan kami satu sama lain.
“Kak, ini vokalis kita. Alova namanya. Dan Alova ini bassist kita, dia kakak ku. Namannya Aidil.”
“Hey, aku Aidil.” Ucapnya sambil mengulurkan tangan.
Aku pun membalas uluran tangannya sambil berkata “Aku Alova” Ku luncurkan sebuah senyum tipis untuk memulai perkenalan ini.
“Ohya, mana yang satu lagi yat?” Aku bertanya kepada Dayat.
“Oh gitaris kita, dia cuma nitip maaf soalnya lagi ada kerjaan. Namanya Kak Eko.”
“Oke tak apa yat.” Jawabku singkat.
“Alova kami kesana.” Dayat mengejutkanku dengan sebuah pesan singkat. Tak lama kemudian Dayat sudah berada di depan dengan tampangnya yang belagak keren.
“Ada perlu apa ya?” Aku pun menghampiri Dayat sambil bergurau.
“Ah kamu ini Alova..” Dayat pun meluncurkan senyum tipisnya. Dayat pun tanpa basa-basi langsung memperkenalkan kami satu sama lain.
“Kak, ini vokalis kita. Alova namanya. Dan Alova ini bassist kita, dia kakak ku. Namannya Aidil.”
“Hey, aku Aidil.” Ucapnya sambil mengulurkan tangan.
Aku pun membalas uluran tangannya sambil berkata “Aku Alova” Ku luncurkan sebuah senyum tipis untuk memulai perkenalan ini.
“Ohya, mana yang satu lagi yat?” Aku bertanya kepada Dayat.
“Oh gitaris kita, dia cuma nitip maaf soalnya lagi ada kerjaan. Namanya Kak Eko.”
“Oke tak apa yat.” Jawabku singkat.
Pertemuan itu menjadi awal aku bergabung dalam
band mereka. Namun, menjadi awal pula aku mengenal sosok Aidil.
“Assalamualaikum, ini Alova kan?” Tiba-tiba sebuah nomor asing meluncur ke
handphone ku. Aku pun segera membalas pesan singkat itu hingga aku mengetahui
siapa pemilik nomor asing tersebut. Ya, dia Kak Aidil salah satu personil dari
band yang baru ku geluti.
Sikap nya makin hari makin tak menentu. Dia selalu memberi kabar dan memperhatikanku. Tak pernah rasanya nomor itu absen dari handphone ku.
“Selamat malam Alova, jangan lupa makan ya...” Pesan baru itu ku buka, dan dia berhasil membuat ku tersenyum.
Sikap nya makin hari makin tak menentu. Dia selalu memberi kabar dan memperhatikanku. Tak pernah rasanya nomor itu absen dari handphone ku.
“Selamat malam Alova, jangan lupa makan ya...” Pesan baru itu ku buka, dan dia berhasil membuat ku tersenyum.
“Oh,ini Kak Eko...”
“Iya Alova, selamat bergabung.” Kak Eko pun menyambut anggota barunya ini. “Ayo semangat, ini latihan perdana kita. Santai tapi tetap serius ya.” Kak Aidil menyemangati kami. Kami pun memasuki ruang studiodan mulailah latihan hari ini. Aku merasa nyaman dengan lingkungan baruku. Aku merasa terlindungi karena ada 3 orang lelaki yang siap menjagaku. Setiap harinya kami berlatih untuk mempersiapkan festival band yang tidak lama lagi.
“Iya Alova, selamat bergabung.” Kak Eko pun menyambut anggota barunya ini. “Ayo semangat, ini latihan perdana kita. Santai tapi tetap serius ya.” Kak Aidil menyemangati kami. Kami pun memasuki ruang studiodan mulailah latihan hari ini. Aku merasa nyaman dengan lingkungan baruku. Aku merasa terlindungi karena ada 3 orang lelaki yang siap menjagaku. Setiap harinya kami berlatih untuk mempersiapkan festival band yang tidak lama lagi.
Entah mengapa perasaan ini semakin tak
karuan, dengan seluruh perhatian dan sikap yang diluncurkan oleh Aidil. Dalam
waktu singkat, aku telah mengenal sifatnya, begitu pula dengan hatinya. Aku
suka? Oh tidak, aku tersesat dalam pertanyaan bodoh itu.
Sepulang sekolah kami berencana untuk
bertemu. Aku pun langsung menuju food court yang berada tak jauh dari sekolah
ku. Mata ku langsung tertuju kepada seorang lelaki yang mengenakan kemeja biru
dongker dengan garis putih vertikal di tambah jam tangan yang semakin
membuatnya mengagumkan. Aku pun segera menghampirinya dengan wajah yang masih
kusam sepulang sekolah. Serta masih berpakaian olahraga yang semakin
mempertegas aku adalah seorang pelajar SMA.
“Alova, kamu mau pesan apa?” Tukasnya sambil menyodorkan daftar menu yang nampak cantik rupanya. Aku pun memilih avocado juice serta pancake durian. Tak lama, seorang pelayan mengantarkan pesananku. Aku pun langsung menyeruput avocado juice tersebut. Aidil hanya tertawa kecil melihat tingkahku. Aidil mengeluarkan sebuah laptop dari tas nya, dan dia langsung memencet tombol power. “Hey Alova, tolong lihat ini!” Aidil mengarahkan layar nya kepadaku. Muncullah sebuah powerpoint dengan bentuk hati berwarna merah pada slideshow pertama. Lalu aku pun mengarahkan kursor tepat di tengah hati tersebut dengan bertuliskan “click here.” Aku pun melihat slide selanjutnya, ternyata berisikan kepribadin dan informasi tentang diriku. Hingga pada slide yang entah slide keberapa, sebuah pernyataan ditujukan pada diriku. Pernyataan tentang perasaannya kepadaku. Aku pun terdiam, hanya degup jantung yang masih terus bersuara.
“Alova Soga, aku mencintaimu. Kamu menarik perhatianku sejak awal pertemuan kita. Aku merasa ada yang lain saat menatap matamu. Rasa ini hadir dan semakin dalam tanpa aku bisa mencegahnya. Jika kamu menerima permintaan ini, arahkan kursormu pada hati bertuliskan “YA”. Namun jika tidak, arahkan kursormu pada hati bertuliskan “TIDAK”.
Sepertinya otak ini semakin gencar berfikir, bagaimana membuat darah ini mengalir dengan normal kembali. Tangan ku pun bergerak dengan perasaan tak menentu, hingga tangan ini mengarahkan kursor tepat di hati bertuliskan “YA”. Perasaan ku yang tak menentu itu, dikejutkan oleh teriakan Aidil. “Kamu serius? Ini sungguhan Alova?” Betapa ekspresinya tak dapat ku bayangkan. “Ya, aku sungguhan Aidil. Ini nyata.” Aku menjawab dengan sebuah senyuman manis di bibir ini. Hari ini sangat berarti dan mampu membuat dunia seperti lolipop rasanya.
“Alova, kamu mau pesan apa?” Tukasnya sambil menyodorkan daftar menu yang nampak cantik rupanya. Aku pun memilih avocado juice serta pancake durian. Tak lama, seorang pelayan mengantarkan pesananku. Aku pun langsung menyeruput avocado juice tersebut. Aidil hanya tertawa kecil melihat tingkahku. Aidil mengeluarkan sebuah laptop dari tas nya, dan dia langsung memencet tombol power. “Hey Alova, tolong lihat ini!” Aidil mengarahkan layar nya kepadaku. Muncullah sebuah powerpoint dengan bentuk hati berwarna merah pada slideshow pertama. Lalu aku pun mengarahkan kursor tepat di tengah hati tersebut dengan bertuliskan “click here.” Aku pun melihat slide selanjutnya, ternyata berisikan kepribadin dan informasi tentang diriku. Hingga pada slide yang entah slide keberapa, sebuah pernyataan ditujukan pada diriku. Pernyataan tentang perasaannya kepadaku. Aku pun terdiam, hanya degup jantung yang masih terus bersuara.
“Alova Soga, aku mencintaimu. Kamu menarik perhatianku sejak awal pertemuan kita. Aku merasa ada yang lain saat menatap matamu. Rasa ini hadir dan semakin dalam tanpa aku bisa mencegahnya. Jika kamu menerima permintaan ini, arahkan kursormu pada hati bertuliskan “YA”. Namun jika tidak, arahkan kursormu pada hati bertuliskan “TIDAK”.
Sepertinya otak ini semakin gencar berfikir, bagaimana membuat darah ini mengalir dengan normal kembali. Tangan ku pun bergerak dengan perasaan tak menentu, hingga tangan ini mengarahkan kursor tepat di hati bertuliskan “YA”. Perasaan ku yang tak menentu itu, dikejutkan oleh teriakan Aidil. “Kamu serius? Ini sungguhan Alova?” Betapa ekspresinya tak dapat ku bayangkan. “Ya, aku sungguhan Aidil. Ini nyata.” Aku menjawab dengan sebuah senyuman manis di bibir ini. Hari ini sangat berarti dan mampu membuat dunia seperti lolipop rasanya.
Hingga festival itu pun tiba, pagi-pagi
sekali kami sudah berada di rumah Aidil. Kami pun bersiap dengan kostum dan
perlengkapan yang dibutuhkan. Hari ini, kami layaknya artis yang konser di
suatu kota. Sesampainya di sana, kami pun langsung duduk untuk mempersiapkan
penampilan. Ternyata kami mendapat nomor urut 11. Kami melihat aksi panggung
dar grup lain, dan menurut kami banyak yang memiliki penampilan yang
mengagumkan. Hingga sampailah pada nomor urut 10, “Aku gugup kak, sebentar lagi
grup kita” Aku memulai pembicaraan kepada Aidil. “Tenang, berdoa saja, jangan
dibebankan, kamu pasti bisa Alova.” Aidil mencoba menenangkanku.
“Ya selanjutnya, ini dia peserta kita dengan nomor urut 11..” MC memanggil dengan lantangnya, dan kami pun segera menaiki panggung. Kami mencoba tampil sebaik mungkin.
“Akhirnya selesai juga.” Eko langsung memulai pembicaraan setelah turun dari punggung.
“Iya kak, kira-kira bagus atau tidak ya penampilan kita tadi?”
“Kita serahkan saja semua kepada Allah, yang penting kita sudah melakukan yang terbaik. Oke Alova?”
“Iya tuh Alova dengar nasehat dari kakak tertua. Hahaa” Aidil menambahkan.
Kami pun tertawa sambil melepas letih. Hingga sampailah pada hasil pengumuman. Mulai dari kategori pemain terbaik, namun nama kami belum disebut. Hingga juara 3, 2 nama kami juga tak kunjung disebut. Kami pun sudah memiliki firasat. “Dan juara pertama...’Little King’...”
“Sudah tak apa, ini pengalaman sekaligus pelajaran untuk kita.”
“Iya Aidil, yang penting tetap semangat.” Jawab Kak Eko
“Iya Kak aku juga ingin berlatih lebih giat lagi.” Ujar Dayat.
Aku pun tersenyum dan berkata “Oke walaupun kita tidak mendapatkan juara, yang penting kita sudah berusaha. Untuk bisa bergabung dengan kalian pun aku sudah merasa senang.”
“Ciyee Alova so sweet sekali, untuk bisa bergabung dengan dengan kami atau bisa bertemu dengan Aidil? Haha.” Eko menggurau kami.
“Yaya bener itu kak, makan-makan dong yang baru jadian... eheemm...” Dayat berkata sambil memegang pundak Aidil.
Aku dan Aidil hanya mampu tersenyum dan tersipu malu.
Festival itu pun selesai, aku menjalani kehidupan seperti biasa layaknya seorang pelajar. Begitu pula dengan Aidil. Tak terasa sebulan sudah hubungan ini. Aku merasa sangat bahagia bisa memiliki Aidil. Dia bak malaikat yang dikirimkan Tuhan untuk menjaga serta melindungiku.
“Ya selanjutnya, ini dia peserta kita dengan nomor urut 11..” MC memanggil dengan lantangnya, dan kami pun segera menaiki panggung. Kami mencoba tampil sebaik mungkin.
“Akhirnya selesai juga.” Eko langsung memulai pembicaraan setelah turun dari punggung.
“Iya kak, kira-kira bagus atau tidak ya penampilan kita tadi?”
“Kita serahkan saja semua kepada Allah, yang penting kita sudah melakukan yang terbaik. Oke Alova?”
“Iya tuh Alova dengar nasehat dari kakak tertua. Hahaa” Aidil menambahkan.
Kami pun tertawa sambil melepas letih. Hingga sampailah pada hasil pengumuman. Mulai dari kategori pemain terbaik, namun nama kami belum disebut. Hingga juara 3, 2 nama kami juga tak kunjung disebut. Kami pun sudah memiliki firasat. “Dan juara pertama...’Little King’...”
“Sudah tak apa, ini pengalaman sekaligus pelajaran untuk kita.”
“Iya Aidil, yang penting tetap semangat.” Jawab Kak Eko
“Iya Kak aku juga ingin berlatih lebih giat lagi.” Ujar Dayat.
Aku pun tersenyum dan berkata “Oke walaupun kita tidak mendapatkan juara, yang penting kita sudah berusaha. Untuk bisa bergabung dengan kalian pun aku sudah merasa senang.”
“Ciyee Alova so sweet sekali, untuk bisa bergabung dengan dengan kami atau bisa bertemu dengan Aidil? Haha.” Eko menggurau kami.
“Yaya bener itu kak, makan-makan dong yang baru jadian... eheemm...” Dayat berkata sambil memegang pundak Aidil.
Aku dan Aidil hanya mampu tersenyum dan tersipu malu.
Festival itu pun selesai, aku menjalani kehidupan seperti biasa layaknya seorang pelajar. Begitu pula dengan Aidil. Tak terasa sebulan sudah hubungan ini. Aku merasa sangat bahagia bisa memiliki Aidil. Dia bak malaikat yang dikirimkan Tuhan untuk menjaga serta melindungiku.
“Assalamualaikum, selamat pagi sayang.
Jangan lupa makan, jaga kesehatan nya. Belajar yang giat, hati-hati pergi
sekolah nya. Semangat ya sayang...” Selalu dan selalu, ucapan itu selalu membuat
ku tersenyumsebelum aku pergi sekolah. Langkahku pun semakin pasti untuk
menjemput kesuksesan di masa depan. Aidil bisa menjadi seorang kekasih, bisa
menjadi teman dekat, dan sekaligus menjadi seorang kakak yang membimbing
adiknya dengan sabar. Hingga kini telah berbulan-bulan aku menjalan hari-hari
bersamanya.
“Tak terasa kita telah bersama selama 5 bulan, aku harap kita bisa saling menjaga hubungan ini, aku harap kamu adalah wanita terbaik yang Tuhan kirimkan untukku. Terima kasih untuk semuanya, aku menyayangimu Alova Soga.”
Kalimat itu diucapkan Aidil tepat 5 bulan usia hubungan kami. Aku pun berharap bisa menjadi lebih baik dari sebelumnya. Sampai pada akhirnya...
“Hey Alova apa kabar? Sedang apa?”
Tiba-tiba sebuah pesan yang tak ku duga. Pesan tersebut berasal dari Andi, masa lalu yang pernah mengisi hidupku. Aku pun membalas pesan tersebut, hingga tak terasa malam ini sudah ku habiskan waktu untuk berkomunikasi dengan nya.
“Tak terasa kita telah bersama selama 5 bulan, aku harap kita bisa saling menjaga hubungan ini, aku harap kamu adalah wanita terbaik yang Tuhan kirimkan untukku. Terima kasih untuk semuanya, aku menyayangimu Alova Soga.”
Kalimat itu diucapkan Aidil tepat 5 bulan usia hubungan kami. Aku pun berharap bisa menjadi lebih baik dari sebelumnya. Sampai pada akhirnya...
“Hey Alova apa kabar? Sedang apa?”
Tiba-tiba sebuah pesan yang tak ku duga. Pesan tersebut berasal dari Andi, masa lalu yang pernah mengisi hidupku. Aku pun membalas pesan tersebut, hingga tak terasa malam ini sudah ku habiskan waktu untuk berkomunikasi dengan nya.
“Alova sayang, kamu sudah tidur ya?”
3x pesan itu dikirimkan Aidil. Dan tak satu pun yang ku balas. Kali ini aku tidak memperdulikan Aidil. Belakangan ini aku mengalami perubahan, aku mulai diam-diam bermain di belakang nya. Sampai pada suatu hari, Andi mengajakku untuk bertemu.
“Alova aku merindukanmu. Bisa kita bertemu?”
Dan tanpa berfikir panjang, aku mengiyakan ajakan tersebut. Maka bertemu lah kami di sebuah cafe dengan nuansa yang sangat sejuk.
“Alova aku tidak menyangka dapat bertatap muka secara langsung seperti ini lagi. Rasanya ada yang hilang dari kehidupan sejak kau meninggalkanku setahun yang lalu.” Andi menatap mata ku secara dalam.
“Aku pun tak menyangka kita bertemu kembali Andi.” Aku melepaskan sebuah senyuman dicampur perasaan yang tak ku mengerti.
“Aku berharap lebih padamu Alova.” Mata Andi tak henti-hentinya mengarah pada sorot mataku.
Aku pun tertegun dan tak tahu jelas apa maksud dari semua ini. Aku hanya diam, namun di lain sisi aku merasa menghianati Aidil. Aku dan Andi terdiam sambil menatap jendela luar yang basah karena tetesan hujan. Perasaan ku tiba-tiba tak enak, entah ada apa aku tak tahu. Namun aku melihat sosok yang tak asing lagi, sepertinya aku mengetahui laki-laki di luar yang sedang berjalan masuk ke dalam cafe. Perasaan ku tepat sekali, dia Aidil.
“Andi ayo kita pergi dari sini!” ucapku terbata sambil menarik tangan Andi.
“Ada apa Alova? “
“Andi menuju ke snini.”
Baru saja melangkahkan kaki keluar dari meja nomor 12. Aidil sudah berada tepat depan mataku.
“Siapa dia? Aidil menunjuk wajah Andi.
“Teman kok.” Aku menjawab dengan ekspresi yang sangat gugup.
“Oh teman, wajar ya belakangan ini kamu sering menghilang tanpa kabar. Jadi dia yang sudah mengalihkan perhatianmu? Ini penghianatan namanya!” Andi marah sjadi-jadinya.
Aidil dan Andi hampir saja membuat kekacauan dalam cafe tersebut. Untung saja aku mampu mencegah mereka.
3x pesan itu dikirimkan Aidil. Dan tak satu pun yang ku balas. Kali ini aku tidak memperdulikan Aidil. Belakangan ini aku mengalami perubahan, aku mulai diam-diam bermain di belakang nya. Sampai pada suatu hari, Andi mengajakku untuk bertemu.
“Alova aku merindukanmu. Bisa kita bertemu?”
Dan tanpa berfikir panjang, aku mengiyakan ajakan tersebut. Maka bertemu lah kami di sebuah cafe dengan nuansa yang sangat sejuk.
“Alova aku tidak menyangka dapat bertatap muka secara langsung seperti ini lagi. Rasanya ada yang hilang dari kehidupan sejak kau meninggalkanku setahun yang lalu.” Andi menatap mata ku secara dalam.
“Aku pun tak menyangka kita bertemu kembali Andi.” Aku melepaskan sebuah senyuman dicampur perasaan yang tak ku mengerti.
“Aku berharap lebih padamu Alova.” Mata Andi tak henti-hentinya mengarah pada sorot mataku.
Aku pun tertegun dan tak tahu jelas apa maksud dari semua ini. Aku hanya diam, namun di lain sisi aku merasa menghianati Aidil. Aku dan Andi terdiam sambil menatap jendela luar yang basah karena tetesan hujan. Perasaan ku tiba-tiba tak enak, entah ada apa aku tak tahu. Namun aku melihat sosok yang tak asing lagi, sepertinya aku mengetahui laki-laki di luar yang sedang berjalan masuk ke dalam cafe. Perasaan ku tepat sekali, dia Aidil.
“Andi ayo kita pergi dari sini!” ucapku terbata sambil menarik tangan Andi.
“Ada apa Alova? “
“Andi menuju ke snini.”
Baru saja melangkahkan kaki keluar dari meja nomor 12. Aidil sudah berada tepat depan mataku.
“Siapa dia? Aidil menunjuk wajah Andi.
“Teman kok.” Aku menjawab dengan ekspresi yang sangat gugup.
“Oh teman, wajar ya belakangan ini kamu sering menghilang tanpa kabar. Jadi dia yang sudah mengalihkan perhatianmu? Ini penghianatan namanya!” Andi marah sjadi-jadinya.
Aidil dan Andi hampir saja membuat kekacauan dalam cafe tersebut. Untung saja aku mampu mencegah mereka.
Sesampainya di rumah, aku langsung
menghubungi Aidil. Sudah lebih dari 25x aku menghubunginya, namun sedetik pun
tak pernah ia coba untuk menjawabnya. Berkali-kali pula kukirimkan maaf melalui
pesan singkat, hasilnya pun juga nihil. Aidil sama sekali tak memperdulikanku.
Kini aku hanya dapat menatap layar handphone sampai benar-benar Aidil
menghubungiku.
3 hari sejak kejadian tersebut, sebuah panggilan masuk dalam handphone ku. Tanpa aku melihat layar nya, aku tahu itu panggilan dari Aidil. Karena aku sudah mengatur nada khusus untuk panggilannya. Aku yang sedang duduk di sebuah kursi langsung menghambur menuju meja dimana letak hanpdhone ku.
“Halo Aidil...”
“Maaf, aku mengganggumu tidak?”
“Tidak sama sekali Aidil, maafkan aku.”
“Aku memang tak menyangkal atas sakitnya hati ini. Namun rasa benci itu terkalahkan oleh rsa sayangku. Aku sudah memaafkanmu dan aku mohon jangan kau ulangi lagi.” Seketika air mata ini jatuh, sungguh Aidil malaikat dalam hidupku
3 hari sejak kejadian tersebut, sebuah panggilan masuk dalam handphone ku. Tanpa aku melihat layar nya, aku tahu itu panggilan dari Aidil. Karena aku sudah mengatur nada khusus untuk panggilannya. Aku yang sedang duduk di sebuah kursi langsung menghambur menuju meja dimana letak hanpdhone ku.
“Halo Aidil...”
“Maaf, aku mengganggumu tidak?”
“Tidak sama sekali Aidil, maafkan aku.”
“Aku memang tak menyangkal atas sakitnya hati ini. Namun rasa benci itu terkalahkan oleh rsa sayangku. Aku sudah memaafkanmu dan aku mohon jangan kau ulangi lagi.” Seketika air mata ini jatuh, sungguh Aidil malaikat dalam hidupku
Namun Andi terus menghubungiku. Padahal
dia tahu kami sama-sama sudah memiliki pasangan. Tapi lagi-lagi aku terjebak,
aku berhianat kembali. Entah mengapa Andi selalu mengecoh kehidupanku. Tapi
dengan terbuka aku menerima semua ini.
Tapi lagi-lagi aku masuk dalam posisi yang
sulit.
“Alova, aku tahu perbuatanmu. Tidak ada yang dapat dipercaya lagi. Hati ini terlalu sulit untuk memaafkan. Aku sudah ikhlas melepasmu, carilah kebahagiaanmu sendiri. Terimakasih untuk kenangan indah yang kau ukir dalam hati ini. Maafkan aku, selamat tinggal Alova Soga.”
Rasanya lidah ini kelu untuk mengucapakan sepatah kata pun. Sungguh aku tertegun manatap layar handphone yang tak lepas dari genggaman ini. Kini Aidil telah hilang dalam hidupku, tak ada lagi malaikat di sampingku.
“Alova, aku tahu perbuatanmu. Tidak ada yang dapat dipercaya lagi. Hati ini terlalu sulit untuk memaafkan. Aku sudah ikhlas melepasmu, carilah kebahagiaanmu sendiri. Terimakasih untuk kenangan indah yang kau ukir dalam hati ini. Maafkan aku, selamat tinggal Alova Soga.”
Rasanya lidah ini kelu untuk mengucapakan sepatah kata pun. Sungguh aku tertegun manatap layar handphone yang tak lepas dari genggaman ini. Kini Aidil telah hilang dalam hidupku, tak ada lagi malaikat di sampingku.
Semenjak peristiwa itu, aku seperti
kehilangan arah. Berjam-jam hanya mampu aku lalui dengan menyesali perbuatanku.
Aku tahu penyesalan selalu di akhir. Aku tampak seperti seorang gadis labil
yang kehilangan jati dirinya. Aku baru menyadari bahwa sebenarnya aku sangat
membutuhkan Aidil. Andi hanyalah masa lalu yang datang sesaat dan mencoba
mengusik hubunganku. Aku sangat kehilangan Aidil, aku hanya membutuhkan Aidil
di sampingku.
“Tidak akan ada asap jika tidak ada api. Itu semua terjadi karena kesalahan yang kau buat.” Mama menghampiri aku yang sedang duduk sambil mendengarkan musik di kamar. Aku hanya bisa diam mendengarkan celotehan dari mama.
“Alova, mama tidak mau jika semua ini sampai mengganggu proses belajar mu. Ingat sebentar lagi kamu akan naik ke kelas XII. Jadi mama harap kamu bisa bersikap biasa saja.”
“Iya ma, Alova akan berusaha.”
“Tidak akan ada asap jika tidak ada api. Itu semua terjadi karena kesalahan yang kau buat.” Mama menghampiri aku yang sedang duduk sambil mendengarkan musik di kamar. Aku hanya bisa diam mendengarkan celotehan dari mama.
“Alova, mama tidak mau jika semua ini sampai mengganggu proses belajar mu. Ingat sebentar lagi kamu akan naik ke kelas XII. Jadi mama harap kamu bisa bersikap biasa saja.”
“Iya ma, Alova akan berusaha.”
Setelah seminggu sejak berakhirnya
hubungan itu, sebuah pesan mendarat di handphone, “Alova aku selalu menghawatirkanmu. Aku
masih memikirkan dirimu, sungguh aku merasa kehilangan. Aku masih sangat
mencintaimu. Tapi aku tidak menyangka kau akan sekejam ini kepadaku. Untuk
sekarang aku tidak bisa bersamamu kembali. Tapi aku yakin kau mampu menjalani
ini. Sebentar lagi kau akan naik ke kelas XII, belajar yang giat, kejarlah
impianmu. Untuk sekarang jalani dulu kehidupanmu, boleh aku meminta sesuatu?
Aku masih menunggumu, perasaan ini akan terus seperti ini sampai ke
depan.setelah kau menerima hasil kelulusan, aku harap kau menemuiku dengan
membawa buku yang aku pinjamkan kepadamu. Buku itu akan menjadi awal pertemuan
kita kembali. Aku tidak akan menjalani hubungan dengan siapapun, kuharap engkau
pun begitu. Aku pun juga akan berusaha untuk mengejar cita-cita ku. Jaga hatimu
dan fokuslah untuk ke depan. Aku akan menunggu sampai hari pertemuan itu
ditrakdirkan. I love you so much Alova Soga, I still waiting for you.
Goodnight...”
Aku menerima pesan itu saat aku sedang memegang buku pemberian darinya. Aku tak berdaya membaca pesan itu, Aidil memiliki hati yang sangat baik. Dia rela menunggu walaupun aku sudah berulang kali menyakitinya. Sejak detik ini, aku berusaha bangkit dari keterpurukan. Aku mencoba menjalani kehidupan normalku, aku ingin membanggakan orang tua ku. Aku tidak akan menghianati Aidil lagi, aku berusaha menjaga hati ini. Aku harap kami dapat memegang teguh komitmen ini sampai tiba waktunya. “I love you too Aidil...”
Aku menerima pesan itu saat aku sedang memegang buku pemberian darinya. Aku tak berdaya membaca pesan itu, Aidil memiliki hati yang sangat baik. Dia rela menunggu walaupun aku sudah berulang kali menyakitinya. Sejak detik ini, aku berusaha bangkit dari keterpurukan. Aku mencoba menjalani kehidupan normalku, aku ingin membanggakan orang tua ku. Aku tidak akan menghianati Aidil lagi, aku berusaha menjaga hati ini. Aku harap kami dapat memegang teguh komitmen ini sampai tiba waktunya. “I love you too Aidil...”
................................................................................
“Tentu saja aku ingat Aidil, semenjak kau melepaskanku aku merasa kehilangan sosok malaikat penjaga ku. Namun sebuah pesan singkat dengan sebuah komitmen tersebut berhasil membuatku bangkit dan berusaha mengejar impianku. Selama ini aku terus menjaga hati agar kita dapat dipertemukan kembali. Aku selalu berdoa kepada Tuhan, jika engkau ditakdirkan bukan untuk ku milikki, maka hilangkanlah perasaan ini. Jika memang engkau ditakdirkan untuk bersama lagi denganku, aku akan memilikimu. Beri petunjuk agar pertemuan nanti sesuai dengan rencana Yang Maha Kuasa.” Aku terbata-bata dalam berucap, tanpa terasa air mata ku pun terbata-bata mengalir dari kelopak ini. Aku tak sanggup menahan kesedihan yang selama ini terpendam. “Aku merindukanmu, sungguh merindukanmu Aidil.”
“Kata-kata mu membuat ku terenyah Alova. Aku yakin kau pasti berusaha untuk mengejar impianmu. Aku pun di sini melakukan hal yang sama seperti yang kau lakukan. Aku sudah diterima di salah satu perusahaan bertaraf internasional yang bertempat di Surabaya. Apa pencapaianmu selama setahun ini? Aku sangat menantikan kabar baik ini.” Kami pun berjalan masuk ke ruang tamu, dan Aidil mempersilahkanku duduk.
“Waaw aku bangga padamu Aidil, kau benar menjalankan komitmen kita. Syukurlah aku pun diterima melalui jalur undangan fakultas kedokteran di Universitas Indonesia. Bagaimana? Aku berhasil bukan? Itu semua karena kau selalu menjadi motivasi dalam hidupku. Ini buku yang setahun lalu kau beri kepadaku. Aku menjaganya dengan baik, buku ini menjadi awal pertemuan kita kembali.”
“Serius alova? Terimakasih atas kebanggaan yang telah kau ciptakan dalam diriku. Terimakasih pula telah menjaga buku ini dengan baik. Perasaan ini masih sama seperti dulu, percayalah padaku Alova. Namun aku mohon jangan kau ulangi penghianatan yang menyakitkan itu. Jika itu terjadi kembali aku akan benar-benar melepasmu.”
“Iya perasaan ku pun masih sama seperti dulu, percayalah aku telah berubah. Aku berjanji tak menghianatimu lagi, yang ku butuhkan sekarang hanya kamu, kamu dan kamu Aidil.” Aku melepaskan senyuman terhangat untuk Aidil. Aku tak kuasa menahan tangis bahagia yang tercipta dalam suasana haru ini. Terimakasih Tuhan, terimakasih telah memberi jalan untuk semua ini.
Kini kami yakin bahwa memang hati ini bisa dijaga dengan ketulusan cinta yang dalam. Kami melangkah berdua menuju kesuksesan bersama. Kami yakin Tuhan selalu memberi hikmah dalam setiap kejadian. Kami pun akan pergi dengan hati yang sudah tidak menyesak lagi. Aku akan melanjutkan pendidikan ku di Jakarta, dan Aidil akan bekerja di Surabaya. Dan satu lagi, hubungan ini akan tidak akan pindah kemana-mana. Dia selalu bersarang dalam hati kami, di sudut hati paling dalam tempat pelabuhan terakhir kami. This love, is wonderful that God gave us.